Patriot NKRI - Indonesia punya pasukan elit yang kekuatannya tidak akan dipandang sebelah mata oleh dunia. Salah satu buktinya melalui siaran pers Dinas Penerangan Armada Timur pada Kamis 12 Mei 2016, pasukan khusus TNI AL Denjaka (Detasemen Jala Mengkara) mendapatkan pujian di dunia internasional. Bersama dengan pasukan khusus AL Rusia, mereka berhasil melewati operasi Latihan Bersama Asean Defence Ministers Meeting-Plus Maritime Security and Counter Terrorism Exercise 2016 (ADMM-Plus MS and CT Exercise) yang diselenggarakan di Brunei Darusalam dan Singapura.
Prestasi ini tidak mengherankan sebab pasukan Denjaka memang termasuk salah satu pasukan elit milik Indonesia yang paling kuat. Bahkan bisa dibilang, Denjaka adalah pasukan elit terbaik di Indonesia. Berikut ini deretan fakta yang menyebabkan Denjaka pantas dapat julukan tersebut.
Sejarah Awal Pembentukan Denjaka
Awalnya, sebuah organisasi bernama Pasukan Khusus AL (Pasusla) dibentuk untuk memenuhi kebutuhan AL menangani ancaman aspek laut seperti terorisme, sabotasi dan lainnya. 70 orang dari Yontaifib dan Kopaska diambil dan dibina oleh Panglima Armada Barat dan Komandan Korps Marinir. KSAL sendiri bertugas sebagai pengendali operasional.
Lalu KSAL memutuskan untuk membentuk sebuah satuan khusus, dimintalah persetujuan Panglima ABRI. Hingga akhirnya 13 November 1984, Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) terbentuk.
Seleksi Yang Gila-Gilaan, Hanya Yang Sangat Tangguh Mampu Melewatinya
Mereka yang lolos menjadi prajurit Denjaka pastilah memiliki tubuh yang tahan banting dan kecerdasan yang luar biasa. Bagaimana tidak, dalam seleksi Denjaka mereka dituntut untuk bisa menguasai 3 medan yaitu darat, laut dan udara. Mereka harus bisa terjun dari ketinggian, bertahan hidup di hutan dan lincah di lautan. Saking gilanya seleksi yang dilakukan, bisa dikatakan kalau mereka bisa hidup walau dilempar ke laut dengan tangan dan kaki diikat.
Dalam seleksi Denjaka, tidak semua prajurit lolos. Dari ratusan atau ribuan mungkin hanya puluhan bahkan belasan yang bisa lolos. Mereka harus lolos kualifikasi Taifib dan Paska sebelum lanjut, dan yang gagal akan dikembalikan ke kesatuannya.
Layak Dapat Sebutan Pasukan Elit Terkuat di Indonesia
Di Indonesia disebutkan ada 5 pasukan elit kuat, yaitu Denbravo-90, Kopassus, Kopaska, Yontaifib dan tentu saja Denjaka. Di antara kelima tersebut, Denjaka adalah yang terkuat karena 1 orang prajurit Denjaka memiliki kemampuan dan kekuatan setara dengan 120 prajurit TNI biasa.
Tugas pokok Denjaka adalah menangani sabotase, teror dan juga klandestin, sebuah operasi intelijen rahasia. Walau bagian dari TNI AL, prajurit baret ungu ini juga bisa beroperasi di udara dan juga daratan.
Deretan Operasi Yang Pernah Dilakukan
Segala aktivitas Denjaka bersifat rahasia karena itu sangat jarang sekali tersebar luas. Walau begitu ada beberapa operasi yang juga melibatkan Denjaka, seperti operasi SAR AirAsia QZ8501 pada akhir tahun 2014. Bersama dengan Taifib, Kopaska dan Basarnas Special Group, 53 orang terbaik Denjaka ikut menyelam mengevakuasi penumpang Air Asia yang jatuh di Selat Karimata walau cuaca sedang ekstrem.
Maret lalu, kapal perang dan pasukan Denjaka juga sempat dipersiapkan untuk membebaskan 10 WNI yang disandra oleh Abu Sayyaf di perairan Filipina.
Di bawah garis komando Marinir TNI AL tak menjadikan Denjaka hanya berjaya di lautan saja, mereka juga sigap ketika dibutuhkan di darat maupun udara. Dengan seleksi yang tidak bisa dibilang manusiawi, justru kesangaran itulah yang menjadikan Denjaka layak mendapatkan julukan sebagai hantu laut dan pasukan elit paling kuat di Indonesia. Satya Wira Dharma!
KISAH Pasukan DENJAKA Pecundangi Pasukan Elite Negara Lain Dalam Latma Multilateral Rim of The Pacific (Rimpac) 2014 yang berlangsung 26 Juni hingga 1 Agustus 2014 yang diikuti 23 negara, dan untuk Marinir, dipusatkan di Kaniohe Bay (Marine Corps Base Hawaii). Marinir TNI AL menjadi kontingen Indonesia. Dalam pelatihan tersebut, mereka kembali menorehkan tinta emas. Dua anggota Datasemen Jala Mangkara (Denjaka), yaitu Serka (Mar) Riyanto Pane dan Kopda (Mar) Subiyanto menerima penghargaan berupa tradisi label prajurit berlambang Godzilla.
Label bergambar hewan dinosaurus (Godzilla) itu melambangkan ketangguhan, keperkasaan, dan kekuatan. Pemberian label telah menjadi tradisi bagi US Marine setiap mengadakan pelatihan untuk peserta latihan yang dianggap tertangguh selama pelatihan berlangsung. Selain itu ada lagi yang membuat kagum tentara negara lain, yaitu saat latihan, tentara kita tengah menjalankan ibadah puasa. Ini yang membuat mereka kaget, betapa tangguhnya tentara kita. Baca Juga: Membandingkan kemampuan Kopassus dengan pasukan elite Australia SASR, Mana Yang Lebih Unggul?
Patriot NKRI - Kopaska adalah satuan elite di tubuh Angkatan Laut. Sudah sejak era Trikora tahun 1963 mereka kerap diterjunkan dalam misi setengah mustahil. Tapi itulah pasukan khusus.
Personelnya dipilih dari orang-orang terbaik. Selain berotot kawat dan bertulang besi, mereka juga wajib datang dari Korps Pelaut. Syarat wajib lain harus sudah pernah bertugas di kapal TNI AL selama dua tahun atau lebih.
Kenapa harus pelaut?
Pertama, anggota Pasukan Katak (Paska) harus mengetahui konsep perang laut secara menyeluruh. Misal hendak melakukan misi sabotase atau pembebasan sandera, mereka sudah harus tahu bagian-bagian kapal. Bila bukan pelaut, mereka akan kesulitan mengenal bagian-bagian dalam kapal.
Kedua, jika sudah berpengalaman dalam KRI, insting mereka akan langsung bermain di mana kamar mesin, ruang amunisi, tanki bahan bakar dan sebagainya. Hal ini jelas akan berpengaruh dalam kesuksesan misi.
Latihan pertama yang harus dijalani oleh calon personel Paska adalah hellweek. Latihan yang benar-benar menguras emosi, tenaga dan keringat sampai ke tetes terakhir.
Intip bagaimana para pasukan katak ini digembleng habis:
Seperti neraka!
"Sesuai namanya, seperti neraka! Cukup sekali seumur hidup," singkat seorang mantan anggota Paska saat ditemui di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur.
Dalam buku Kopaska, Spesialis Pertempuran Laut Khusus yang diterbitkan dalam rangka 50 tahun Kopaska, dikupas soal hellweek ini.
Setiap calon Paska tak pernah diberi tahu kapan rangkaian hellweek akan dimulai. Bisa saja tiba-tiba saat mereka belajar di kelas, atau saat tidur terlelap.
Hari pertama minggu neraka ini dibuka dengan ritual melahap nasi komando bersama-sama. Nasi komando adalah hasil blenderan nasi, lauk pauk, telur mentah, minyak ikan dan terasi. Makanan ditaruh dalam satu tempat dan dimakan secara bergiliran. Jika salah satu muntah di tempat itu, maka yang berikutnya tetap harus memakan nasi komando itu sampai tandas.
Sebagai pelepas dahaga, minuman yang diberikan adalah jamu brotowali. Jamu ini memang menyehatkan, tapi mungkin merupakan minuman paling pahit di dunia.
Setiap hari porsi tekanan terus ditambah hingga benar-benar memaksa seseorang untuk bertahan di titik maksimal.
Uniknya selama pendidikan, nama mereka diganti dengan nama hewan laut. Maka nama-nama tongkol, udang, paus, kakap wajib digunakan. Nah, kadang hingga pendidikan selesai, nama ini masih melekat di antara sesama mereka.
Jika tak kuat pendidikan, silakan berhenti. Tak ada paksaan sama sekali untuk mengikuti latihan Paska ini.
Siswa yang gugur atau mengundurkan diri diminta meletakkan topi bajanya di pinggir lapangan. Dari situ kelihatan berapa orang yang telah mengundurkan diri dalam satu angkatan.
Jalan masih panjang, Bro!
Bagaimana dengan yang lulus hellweek? Apakah sudah berakhir semua deraan dan siksaan? Belum bro! Masih panjang sekali perjalanan sang calon pasukan katak ini.
Begitu lulus mereka wajib mengikuti sekolah penembak. Calon Paska dikenalkan berbagai macam senjata, mulai dari pistol, senapan serbu, hingga senapan sniper. Mereka juga diajari berbagai macam teknik tembak reaksi, antiteror dan akurasi.
Selanjutnya siswa menempuh latihan komando gunung hutan dan longmarch di Karang Tekok. Disambung lintas medan ke Ijen, Situbondo, Bromo hingga Surabaya.
Lolos komando, giliran latihan terjun harus dijalani. Mulai terjun statis, HALO, HAHO wajib diikuti para siswa Paska. Setelah itu mereka digembleng aneka praktik demolisi dan pertempuran bawah laut khusus. Latihan dilanjutkan dengan praktik intelijen di Banyuwangi dan Malang.
Total rangkaian seluruh pendidikan ini makan waktu 10 hingga 12 bulan. Setelah lulus barulah mereka berhak mengenakan brevet Pasukan Katak dan baret merah. Tan Hana Wighna Tan Sirna, tak ada rintangan yang tak bisa diatasi!
Patriot NKRI - Berbeda dengan pasukan khusus Barat, Spetsnaz sebagai pasukan komando dengan spesialisasi lintas udara Rusia dibekali pisau komando khusus dengan fitur canggih.
Diberi kode NRS, pisau komando ini adalah paduan antara bilah pisau khusus yang didesain untuk pertarungan jarak dekat dan gagang yang mampu melesatkan proyektil peluru khusus. Gabungan antara pisau dan pistol ini diproduksi oleh pabrikan KBP Tula mulai dekade 1980-an.
Pengembangan NRS dilakukan oleh tim di bawah pimpinan R.D. Khlynin yang diminta membuat senjata pertarungan jarak dekat untuk unit intai AD Soviet.
Tujuannya untuk memperbesar kemungkinan selamat pada saat pembawanya harus survival di wilayah lawan. NRS generasi pertama ini dipasangkan dengan peluru SP-3 yang didesain minim asap dan juga melesat dengan kecepatan subsonik, sehingga tidak menimbulkan suara pada saat ditembakkan.
Pengembangan generasi selanjutnya yaitu NRS-2 menjadi varian definitif dari keluarga pisau NRS. Dikembangkan oleh G.A. Savischnev, I.P. Shedlos, dan V. Ya. Ovchinnikov, NRS-2 mengalami sejumlah perubahan dibanding generasi pendahulunya.
Pisau ini diberikan kepada seorang anggota Spetsnaz dalam paket berupa Pisau, pouchamunisi SP-4 berisi empat peluru, dan sarung pisaunya. Sarung pisaunya dapat difungsikan sebagai tang pemotong kawat setebal 5mm.
Dilengkapi material insulasi, sarung/ tang pemotong ini juga dapat digunakan untuk memotong kabel listrik dengan tegangan di bawah 380 volt. Sarung pisau dilengkapi tatakan dan tali pengikat kulit untuk ditempelkan ke rompi.
Untuk bilah pisaunya terdapat beberapa variasi bentuk, ada yang berbentuk clip point, spear point, tergantung tahun produksinya. Sisi bawah menampilkan bilah tajam memanjang dari ujung sampai ke pangkal, dengan bagian atas dilengkapi gerigi atau serration dari pangkal/crossguard sampai setengah panjang bilah pisau.
Cross guard dari NRS-2 hanya berbentuk pelat, dengan salah satu sisi mengarah miring ke atas untuk dudukan jempol pada saat memotong atau mengasah objek yang keras.
Satu sisicross guard lainnya memiliki cerukan U dan difungsikan sebagai pisir, yang harus diselaraskan dengan tiang pejera yang ada di sisi bawah gagang.
Nah, bagian paling kompleks dari NRS-2 adalah gagangnya, yang dari luar terlihat seperti gagang plastik biasa yang berbentuk semi-silinder dan cukup gemuk. Yang tidak terlihat adalah rongga di dalam untuk menyimpan laras dan mekanisme untuk penembakan peluru SP-4 yang berkaliber 7,62x40mm.
Bagian pantat atau sisi bawah gagang menjadi titik penempelan mulut laras, dan bisa dibuka untuk menarik laras yang tersembunyi. Peluru dimasukkan dari sisi belakang laras, dan harus dimasukkan dan dikeluarkan secara manual.
Cara penggunaan NRS-2.
Penembakkan dilakukan dengan menekan tombol pelatuk yang terpasang di sisi bawah gagang, dekat dengan mulut laras. Sementara untuk tuas pengaman ada di sebelahnya, untuk memilih posisi tembak tuas setelan ini tinggal digeser ke arah mulut laras, dan ada lingkaran merah yang menandakan posisi peluru siap ditembakkan.
Untuk mengokang, ada tuas berbentuk strip metal di sisi kanan yang tinggal ditarik untuk mengokang mekanisme. Untuk mengambil posisi tembak, gagang NRS-2 harus dipegang dengan kedua tangan, dengan bagian pantat gagang pisau dihadapkan ke sasaran. Dengan posisi seperti ini, bilah pisau jadi menghadap ke dada pemegang pisau.
Namun tidak usah khawatir, hentakan atau recoil dari peluru SP-4 juga tidak besar sehingga tidak ada ceritanya bilah pisau akan melukai pengguna. Jarak efektif dari proyektil SP-4 sendiri juga tidak jauh, maksimal 15-25 meter.
Sekali ditembakkan, pisau harus dibongkar untuk membuang kelongsong dan memasukkan peluru baru. NRS-2 sendiri memiliki varian tanpa kemampuan menembakkan peluru yaitu NR-2, yang lebih banyak diproduksi untuk anggota Spetsnaz.
Patriot NKRI -Demonstran Malaysia yang anti-Indonesia, menggeruduk KBRI, merobek foto Soekarno, serta menuntut Perdana Menteri Malaysia, Tunku Abdul Rahman untuk menginjak-injak lambang negara Indonesia – Garuda.
Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan Tunku yang menginjak-injak lambang negara Indonesia dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan sebutan "Ganyang Malaysia" kepada negara Federasi Malaysia yang telah sangat menghina Indonesia dan presiden Indonesia.
Sepucuk surat perintah diterima Letnan Dua Czi Andreas Pierre Tendean tahun 1963 di Medan, Sumatera Utara. Isinya perintah untuk mengikuti pendidikan intelijen di Bogor. Padahal belum setahun perwira muda ini menjabat komandan peleton di batalyon Zeni Kodam II Sumatera Utara. Tapi negara membutuhkannya.
Letnan Dua Czi Andreas Pierre Tendean
Kondisi saat itu sedang panas. Presiden Soekarno baru saja menggelorakan perlawanan untuk menentang berdirinya negara Malaysia. Soekarno menilai Federasi Malaysia hanya negara boneka Inggris dan neo-kolonialisme. Dia khawatir negeri jiran itu akan dijadikan pangkalan militer asing Asia Tenggara.
”Kalau kita lapar itu biasa. Kalau kita malu, itu juga biasa. Namun, kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar! Kerahkan pasukan ke Kalimantan, hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat, jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak Malaysian keparat itu.”
”Doakan aku, aku akan berangkat ke medan juang sebagai patriot bangsa, sebagai martir bangsa, dan sebagai peluru bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya.”
”Serukan, serukan ke seluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini. Kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat.”
”Yoo... ayooo... kita ganyang. Ganyang Malaysia! Ganyang Malaysia! Bulatkan tekad. Semangat kita baja. Peluru kita banyak. Nyawa kita banyak. Bila perlu satoe- satoe!”
Demikian pidato kemarahan Presiden Soekarno saat mendengar lambang Garuda diinjak-injak oleh demonstran anti-Indonesia di Kuala Lumpur. Hal itu makin membuat situasi panas.
Tanggal 3 Mei 1964 di sebuah rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Sukarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora).
"Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia dan Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia," teriak Presiden Soekarno.
Para sukarelawan yang sebenarnya pasukan TNI menyusup masuk ke perbatasan Malaysia di Sabah dan Serawak. Berkali-kali mereka terlibat kontak tembak dengan tentara Malaysia yang didukung Inggris dan sekutu.
Usai mengikuti pendidikan intelijen, Pierre ditugaskan di perbatasan. Selama satu tahun bertugas di garis depan, Pierre berhasil masuk ke daerah lawan sebanyak tiga kali. Aksi Pierre sebagai intelijen tempur layak diacungi jempol. Tak kalah dengan film-film spionase garapan Holywood.
Bahkan pernah dia menyamar sebagai seorang turis dan sempat berbelanja di toko-toko. Maklum sosok Pierre memang kelihatan seperti bule, orang percaya saja dia seorang turis.
Pada waktu menyusup untuk kedua kalinya, dia dapat merampas sebuah teropong dari tentara Inggris. Demikian dikutip dari Dinas Sejarah TNI.
Saat Pierre menerobos untuk ketiga kalinya, di tengah laut dia dikejar oleh sebuah destroyer (kapal perusak) Inggris. Untung dia cepat dapat membelokkan speedboatnya dan diam-diam menyelam ke Iaut.
Dia berenang ke sebuah perahu nelayan. Supaya tidak diketahui oleh yang mengemudikan perahu itu, dengan hati-hati sekali Pierre bergantung di bagian belakang perahu itu dengan seluruh badannya terbenam dalam air.
Setelah musuh memeriksa speedboatnya dan ternyata hanya ada seorang pengemudi yang tidak mencurigakan, maka mereka segera meninggalkan perahu. Pierre selamat dari kejaran musuh.
Dalam buku 'Kopaska, Spesialis Pertempuran Laut Khusus', disebutkan Lettu Pierre Tendean menjadi Komandan Basis Y. Wilayah targetnya meliputi Malaka dan Johor.
Salah satu tim yang dipimpin Tendean adalah Tim Pasukan Katak, Satuan elite TNI AL. Tugas mereka menghancurkan obyek vital milik musuh. Di antaranya jaringan pipa air minum Malaysia.
Sejarah mencatat, beberapa kali tim ini berhasil melakukan tugasnya. Aksi mereka terdengar sampai Kuala Lumpur. Namun tak jarang juga jatuh korban di pihak TNI.
Yang mengharukan, Pierre rupanya menabung uang sakunya selama bertugas di perbatasan untuk biaya pernikahan adik bungsu. Uang itu kemudian diberikan pada ibunya dalam bungkusan koran. Jumlahnya cukup banyak karena selama tugas diberi uang dollar kemudian ditukarkan ke rupiah.
"Mam, ini sumbangan saya untuk pernikahan Roosdiana," kata Pierre.
Aksi Pierre di belantara Kalimantan sampai juga pada jenderal-jenderal di Jakarta. Tiga jenderal ingin menjadikan Pierre sebagai ajudan mereka. Namun akhirnya Nasution yang mendapatkan Pierre. Di sana dia bertugas hingga maut menjemput. Baca Juga: [Video] Saktinya Prajurit TNI, Sampai Bikin Tentara Negara Asing Melongo...
Patriot NKRI - Masing-masing punya tugas menjemput satu nama, membawa sang jenderal ke kawasan Lubang Buaya. Ratusan orang yang dipecah dalam tujuh regu naik ke truk militer dan bus-bus dinas.
Inilah kronologi lengkap peristiwa malam jahanam terbunuhnya enam jenderal dan para orang terdekat mereka yang ikut menjadi korban.
Tapi mari kembali mundur sejenak ke malam-malam kelam 30 September 65. Lima orang berkumpul di dekat Bandara Udara Halim Jakarta Timur, resah membicarakan rencana pergerakan pasukan dari seharusnya bergerak pukul 23.00 WIB, terpaksa dimundurkan dua jam. Semua orang, sesuai transkrip sidang Mahkamah Militer Luar Biasa, banyak menyinggung istilah jam 'J': Jam penculikan para jenderal.
Sekelompok tentara, kebanyakan mengaku loyalis Presiden Soekarno, mempersiapkan operasi penculikan petinggi Angkatan Darat. Kasak-kusuk beberapa bulan sebelumnya sudah muncul di Jakarta, tentang keberadaan Dewan Jenderal binaan Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA) bertujuan mendongkel Bung Besar - julukan bagi Soekarno - dari posisi kepala negara. Ada tujuh yang menjadi sasaran utama, mencakup Abdul Haris Nasution, sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Indonesia saat itu berada dalam arus besar Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Soekarno sejak awal 60-an merapat ke negara-negara komunis dan sosialis, membuat negara Barat kalang kabut.
Letkol Untung Syamsuri, Mayor Soejono, Brigjen Soepardjo, dan Kolonel Latief, adalah beberapa tokoh kunci dari militer yang mempersiapkan operasi penculikan para jenderal sasaran. Untung menyusul ke lokasi beberapa menit setelah selesai bertugas mengawal Presiden Soekarno yang berpidato dalam acara Musyawarah Teknisi di Istora Senayan pada malam 30 September.
Kebanyakan tentara yang dilibatkan berasal dari Batalyon I Kawal Kehormatan Tjakrabirawa, yang sehari-hari mengawal Presiden Soekarno. Ada pula Garnisun Kodam Jaya, Resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan Halim, belakangan baru datang bantuan dari Brigif I Jaya Sakti dan Batalyon 454/Diponegoro. Semua pasukan bersiaga di Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta Timur sejak sore hingga malam.
Bantuan garnisun tank tempur tak kunjung datang. Sjam Kamaruzaman, tokoh yang disebut-sebut anggota Biro Chusus Partai Komunis Indonesia, menuntut tentara yang resah agar tenang. Dia meyakinkan para perwira itu bahwa rencana menculik jenderal musuh politik Soekarno perlu diteruskan.
"Kalau mau revolusi banyak yang mundur. Tetapi kalau sudah menang banyak yang ikut," kata Sjam, yang kata-katanya ini kesohor karena dikutip dalam film propaganda klasik "Pengkhianatan G30S/PKI 1965" arahan Arifin C. Noer.
Kalender akhirnya masuk pada 1 Oktober. Pasukan diperintahkan siaga oleh Letnan Dul Arif. Mereka mendapat daftar sasaran Dewan Jenderal yang perlu diculik bagaimanapun caranya. Inilah daftarnya selain A.H Nasution: Letjen Ahmad Yani, Mayjen Raden Suprapto, Mayjen Mas Tirtodaro Haryono, Mayjen Siswondo Parman, Brigjen Donald Isaac Panjaitan, dan Brigjen Sutoyo Siswomihardjo.
Dul meyakinkan para prajurit, bahwa nama-nama itu hendak menggulingkan Soekarno. Mereka semua percaya pada penjelasan Dul. Pukul 02.00 WIB, ratusan orang yang dipecah dalam tujuh regu naik ke truk militer dan bus-bus dinas. Masing-masing punya tugas menjemput satu nama, membawa sang jenderal ke kawasan Lubang Buaya.
Satu truk menyimpang sendirian menuju Kebayoran Baru, rumah D.I Pandjaitan. Sementara kebanyakan rombongan prajurit mengarah ke kawasan Menteng, Jakarta Pusat yang memang banyak dihuni petinggi militer Indonesia.
Dua truk tiba lebih dulu pukul 03.40 WIB di Jalan Latuharhary Menteng. Naila Karima, saat itu masih SD, ingat betul truk tentara parkir sebelum azan Subuh. Belasan prajurit berloncatan dari belakang truk. Mereka menuju kediaman Jenderal Nasution, mengepung dari pintu depan maupun belakang.
"Tanteku yang kamarnya di belakang rumah mengetuk jendela kamar ibuku sambil memberi tahu ada truk tentara parkir dekat rumah India yang kosong, ia takut ada perampokan," tulis Karima dalam kesaksian yang dimuat Surat Kabar Sinar Harapan.
Di kediaman Jenderal Nasution, Jalan Teuku Umar para tentara tersebut masuk mengetuk pintu depan rumah. Mereka dengan mendobrak pintu menuju kamar Nasution. Istri Nasution yang terbangun melihat pasukan Tjakrabirawa membawa senjata siap tembak.
Dia bergegas memberitahu suaminya agar melarikan diri, sang istri menggendong anaknya Ade Irma. Namun pasukan tentara itu terus menembak dan mengenai anaknya Ade Irma yang berlumuran darah. Ade Irma dikabarkan tewas saat dirawat di RSPAD Gatot Subroto, setelah lima hari menjalani pengobatan akibat tembakan.
Rekonstruksi peristiwa G30S
Nasution yang melarikan diri meloncat tembok belakang rumah ke Kedutaan Besar Irak. "Temboknya dulu belum tinggi jadi mudah melompat, setelah kejadian ditinggikan," kata penjaga Museum Jenderal AH Nasution, Sumarno kepada merdeka.com.
Mendengar suara tembakan, para ajudan Nasution terbangun dari asramanya yang berada di sebelah. Letda Pierre Tendean, dan ajun komisaris polisi Hamdan Mansjur menuju kamar Nasution namun sudah dikepung para tentara di depan pintu.
Para tentara itu yang mencari Nasution menanyakan kepada Pierre Tendean. Namun Pierre Tendean malah mengaku sebagai Jenderal Nasution. "Dengan meletakkan senjata, Pierre Tendean dibawa para tentara karena mengaku Jenderal Nasution mungkin wajah mirip jadi mereka (Tjakrabirawa) yakin Tendean itu Nasution," kata Sumarno.
Sementara itu, Aipda Anumerta Karel Satsuitubun penjaga rumah Dr. J. Leimena yang berjarak 100 meter dari rumah Jenderal Nasution. Ketika itu, Karel mendengar ada suara dan keributan di rumah Nasution. Dengan menembak para tentara itu, Karel tewas seketika di depan pintu pos penjaga rumah Nasution.
Kemudian, rumah Letjen Ahmad Yani juga dikepung pasukan tentara. Masuk lewat pintu belakang, pasukan tentara itu ditemui pembantu rumah bernama Mpok Mila. Saat itu Ahmad Yani sedang tertidur di kamarnya, mereka memaksa Mpok Mila untuk membangunkan dengan alasan negara sedang darurat. Namun Mpok Mira terus menolaknya karena sungkan membangunkan majikannya.
Alhasil, anak Ahmad Yani, Edi yang sedang terbangun karena mencari ibunya tak berada di rumah. Para tentara itu meminta Edi untuk membangunkan bapaknya di kamar. Tanpa menolak, Edi membangunkan bapaknya karena ada tentara menunggu di belakang rumah.
Setelah Ahmad Yani menemui para tentara itu, mereka memaksa Jenderal Ahmad Yani untuk pergi ke istana presiden meski berpakaian tidur dan belum cuci muka. Namun hal itu, Ahmad Yani marah menampar salah satu tentara yang berpangkat korpal.
Setelah berbalik badan, Ahmad Yani ditembak tiga pasukan tentara dengan senjata Thompson. Di pintu lorong menuju belakang rumah, Ahmad Yani tewas tertembak.
"Tubuh Pak Ahmad Yani diseret menuju truk dan dibawa ke Lubang Buaya. Pada saat itu, mereka menculik dengan perintah culik para jenderal dalam kondisi hidup atau terbunuh," kata penjaga museum Ahmad Yani, Hadi, kepada merdeka.com.
Tujuh peluru yang ditembak ke arah badan Ahmad Yani tembus merusak tembok, lukisan dan lemari.
Monumen Lubang Buaya
Sementara, Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono di kediaman Jalan Prambanan, Menteng. Tiga truk tentara, berlari menuju pintu rumah MT Haryono. Puluhan tentara memaksa bertemu MT Haryono, yang saat itu ditemui istrinya.
MT Haryono usai mengawal Presiden Soekarno di Istora Senayan, meminta istrinya untuk mengatakan kepada para tentara untuk kembali pulang. Akan tetapi, para tentara tersebut enggan meninggalkan lokasi, justru menembak segala arah di dalam rumah.
Pintu kamar MT Haryono yang dikunci ditembak para tentara. MT Haryono yang sembunyi untuk merebut senjata salah satu senjata tak berhasil. "Bapak tewas di dalam kamar, lalu dibawa ke truk yang sudah menunggu di depan rumah lalu di lempar tubuhnya," kata Rianto Nurhadi kepada merdeka.com.
Tak hanya itu, pasukan tentara tersebut mengincar jenderal TNI AD lainnya. Mayjen TNI Siswondo Parman diculik menuju Kelurahan Lubang Buaya.
Ketika para tentara itu masuk ke rumah Siswondo Parman, sang istri dan Siswondo terbangun oleh suara yang gaduh. Para tentara itu meminta Siswondo Parman untuk menghadap Presiden Soekarno dengan alasan negara darurat.
Namun sang istri menanyakan surat otorisasi kepada salah satu tentara itu. Siswondo Parman yang curiga meminta sang istri untuk menelepon Letjen Ahmad Yani, namun sambungan kabel telepon diputus para tentara. Alhasil, Siswondo Parman dibawa para tentara ke dalam truk dan sang istri untuk tak keluar.
Di tempat berbeda, Brigjen DI Panjaitan juga tewas tertembak para tentara itu. Para tentara itu menembak karena DI Panjaitan enggan ikut ke dalam truk.
Sebelumnya, ketika itu para tentara masuk ke dalam rumah menembak segala arah di lantai 1 rumahnya. Setelah mengancam keluarganya, DI Panjaitan turun dengan seragam yang lengkap berdoa. "Di situ beliau tewas tertembak, dekat garasi rumah," kata penjaga rumah DI Panjaitan, Aseng kepada merdeka.com.
Jenderal lain yang diculik, Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo tewas di Kelurahan Lubang Buaya. Pasukan tentara masuk melalui garasi di samping rumah.
Mereka memaksa pembantu untuk menyerahkan kunci, tanpa curiga penghuni rumah tak melakukan perlawanan. Mereka masuk ke rumah itu dan mengatakan bahwa Sutoyo telah dipanggil oleh Presiden Soekarno.
Sedangkan Mayjen TNI Raden Suprapto juga ikut culik. Ketika itu, para pasukan tentara meminta Suprapto mengahadap Presiden Soekarno. Namun tanpa curiga, Suprapto kembali ke kamar untuk berganti pakaian, namun pasukan tentara itu meminta tak usah berganti pakaian karena terburu-buru.
Sang istri yang mendengarkan percakapan melalui pintu kamar keluar saat sang suami dibawa pergi. Namun pasukan tentara untuk menyuruhnya masuka kembali ke dalam kamar, serta mereka merusak kabel telepon.
Sisanya kemudian sejarah. Jasad para jenderal ditemukan pada 4 Oktober 1965. Panglima Kostrad Mayjen Suharto melakukan penggalian di Kelurahan Lubang Buaya. Di sana ditemukan tubuh para jenderal yang dikubur bertumpuk.
Soeharto selanjutnya mempimpin pembersihan komunis di Indonesia. Lubang Buaya diubah menjadi monumen ketika Orde Baru berdiri. Sedikitnya 500 ribu orang, baik anggota maupun simpatisan PKI dibunuh secara sistematis hingga 1966 oleh tentara dibantu ormas keagamaan.
Jauh dari hiruk pikuk kondisi nasional, beberapa hari sebelumnya, sekelompok anak SD di Menteng saling bertukar kabar.
Karima, tetangga Nasution, membahas peristiwa kedatangan tentara dengan kawan-kawannya yang juga tinggal di kawasan Menteng menyoal kondisi beberapa jam sebelumnya. Sahabatnya bernama Laksmi mengaku melihat tembak-tembakan.
Lalu tibalah pengakuan itu. Bocah bernama Adri Haryono duduk kemudian berbicara lirih. "Bapakku tadi malam dibunuh. Adri adalah putra Jenderal MT Haryono.
Patriot NKRI -Kepedihan semakin terasa, ketika di hari itu juga Presiden Soekarno harus menggoreskan tanda tangan yang artinya akhir dari hidup sahabat karibnya. Ia pandangi kembali selembar foto sahabatnya, tak terasa linangan air mata menetes dari kedua mata Bung Karno.
Kartusuwiryo menjelang eksekusi mati
Perseteruan kawan sekaligus sahabat yang kemudian menjadi lawan antara Soekarno dan Kartosuwiryo bukanlah sekedar kisah sejarah yang berdiri sendiri, melainkan sebuah mata rantai yang masih aktual hingga saat ini.
Kartosuwiryo, kawan yang menjadi lawan tangguh Soekarno membuktikan, dengan semangat dan jiwa militan, ia bahkan bisa melebarkan gerakan dan pengaruhnya hingga ke sebagian Pulau Jawa, Aceh, dan Sulawesi Selatan.
Meski keduanya merupakan murid dari sang guru HOS Cokroaminoto, namun pada akhirnya Soekarno dan Kartosuwiryo menempuh keyakinan ideologi masing-masing. Bersama mengambil langkah politik, keduanya menjadi rival dan ideologi bagi Soekarno.
Tidak hanya berhenti soal ideologi, bibit perseteruan juga mulai mengarah kepada konflik terbuka. Kala itu, Kartosuwiryo yang memimpin laskar seperti Hisbullah-Sabilillah dan Barisan Bambu Runcing di wilayah Jawa Barat, menolak ikut hijah ke wilayah Republik.
Bersama para laskar yang dipimpinnya, Kartosuwiryo bersikeras memilih untuk tetap melakukan perlawanan terhadap Belanda di wilayah Jawa Barat.
Saat Soekarno - Hatta ditangkap di Yogyakarta pada Agresi Militer II, Kartosoewiryo menganggap bahwa negara Indonesia telah kalah dan bubar. Ia juga memaklumatkan perang terhadap Bung Karno (sebagai pemerintahan yang sah) dan mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
"Di tahun 1918 ia adalah seorang sahabatku yang baik. Kami bekerja bahu membahu bersama Pak Tjokro demi kejayaan Tanah Air. Di tahun 20-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, dia berjuang semata-mata menurut azas agama Islam," kata Soekarno dalam buku 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat' Karya Cindy Adams, Terbitan Media Pressido.
Perbedaan ideologi antara Soekarno dan Kartosoewirjo itu mengakibatkan keduanya berseberangan dan mengambil jalan masing-masing. Bahkan, Kartosoewirjo berusaha menumbangkan Soekarno dengan Pancasilanya.
Pada 7 Agustus 1949, Kartosoewirjo memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII) di Tasikmalaya. Dengan militansi yang dimilikinya, Kartosoewirjo melebarkan gerakan dan pengaruhnya hingga ke sebagian Pulau Jawa, Aceh, dan Sulawesi Selatan.
Saat itu, ia dengan DI/TII nya memilih hutan-hutan di pegunungan Jawa Barat sebagai basis perjuangan melawan pemerintahan Bung Karno. Sejumlah percobaan pembunuhan kepada Bung Karno pun dilakukan.
"Bunuh Soekarno. Dialah penghalang pembentukan negara Islam. Soekarno menyatakan bahwa Tuhannya orang Islam bukan hanya Tuhan. Soekarno bekerja menentang kita. Soekarno menyatakan bahwa Indonesia harus berdasarkan Pancasila, bukan Islam. Sebagai jawaban atas tantangan ini kita harus membunuh Soekarno," kata Kartosoewirjo di tahun 1950an.
Percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno hampir berhasil dilakukan. Empat orang pria tiba-tiba melemparkan sejumlah granat ke arah Bung Karno. Saat itu, 30 November 1957, Bung Karno baru saja selesai menghadiri acara malam amal di Perguruan Cikini.
Beruntung Bung Karno selamat dari kejadian itu. Namun, puluhan korban tak berdosa menjadi korban. Kemudian saat hari raya Idul Adha percobaan pembunuhan kepada Bung Karno kembali terjadi.
Bung Karno yang kala itu tengah melaksanakan salat Idul Kurban bersama umat muslim lainnya di lapangan rumput Istana Merdeka, tiba-tiba mendapat berondongan tembakan dari seorang pria. Namun, Bung Karno kembali selamat.
Namun ketika pasukan TNI berhasil mendesak pasukan DI/TII, Kartosoewiryo terpaksa mengakhiri petualangannya hingga akhirnya ia ditangkap di tengah ketidakberdayaannya di Gunung Geber, Jawa Barat, 4 Juni 1962.
Tibalah pada saat detik-detik Soekarno harus menandatangi berkas vonis mati sahabat yang memusuhinya itu, pada September 1962. Bung Karno hanya terdiam memandangi selembar foto Kartosewiryo dan melambungkan memori masa mudanya bersama sang sahabat di Surabaya.
Hari terakhir Kartosoewirjo
Kepedihan semakin terasa, ketika di hari itu juga Soekarno harus menggoreskan tanda tangan yang artinya akhir dari hidup karibnya. Ia pandangi kembali selembar foto Kartosoewiryo, tak terasa linangan air mata menetes dari kedua mata Bung Karno.
Setelah menjalani eksekusi
Dan benar adanya, saat ia menerima laporan ihwal tertangkapnya Kartosoewiryo beberapa bulan sebelumnya hanya satu pertanyaan Bung Karno, "Bagaimana matanya?". Kala itu, tak ada seorang pun yang mampu menjawab. Hingga keesokan harinya, petugas menyodorkan foto Kartosoewiryo.
Demi melihat foto sahabat yang memusuhinya, Bung Karno tersenyum seraya berkata, "Sorot matanya masih tetap. Sorot matanya masih sama. Sorot matanya masih menyinarkan sorot mata seorang pejuang."